IKN Bisa Jadi Jebakan Utang Akibat Minim Investor

Rabu, 21 Agustus 2024 20:04 WIB

Penulis:Sulistya

Editor:Sulistya

ikn_ser_04.jpg
Plaza Seremoni IKN.

Jakarta, Jatengaja.com - Mega proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dapat menyebabkan debt trap atau jebakan utang jika kelanjutan proyek tidak jelas atau minim investor.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, dengan anggaran pemerintah untuk IKN 2025 yang cukup kecil, termasuk mendatangkan investasi langsung (FDI) ke cukup ambisius.

"Soal IKN banyak pertimbangan seperti proyeksi populasi, berapa jumlah penduduk termasuk keluarga ASN dalam 5 tahun mendatang jadi faktor utama. Kemudian situasi makro global memang sedang tidak pasti dari mulai tensi geopolitik, risiko resesi ekonomi AS. Jadi investor bisa jadi menghindari risiko berinvestasi langsung ke IKN," katanya, Rabu, 21 Agustus 2024.

Perlu diketahui, pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pembangunan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 2025 ditetapkan sebesar Rp143,1 miliar. Jumlah ini jauh menyusut dibandingkan anggaran yang dihabiskan pemerintah hingga Juli 2024, yakni Rp42,5 triliun.

Jika dilihat dari sejak 2022-2024 pemerintah telah mengucurkan dana untuk membangun IKN Nusantara sebesar Rp5,5 triliun di 2022, sebesar Rp27 triliun untuk 2023, dan Rp42,5 triliun sisanya di 2024.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut angka tersebut hanya acuan dasar atau baseline. Presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto akan diberi keleluasaan untuk menyesuaikan anggaran IKN, sesuai prioritasnya.

4 PR Rosan di BKPM

Bhima menyebut pengganti Bahlil Lahadalia ini masih memiliki sederet pekerjaan rumah (PR) untuk menggenjot investasi di sisa masa jabatannya.

Selain itu, mempercepat realisasi investasi yang masih mangkrak di era Jokowi sekitar Rp149 triliun di 2024, meskipun kata Bhima waktunya terbatas karena berganti ke Prabowo, tapi ada waktu mempersiapkan strategi dan pembentukan tim percepatan investasi yang lebih progresif.

PR ketiga adalah meningkatkan promosi investasi yang lebih berkualitas contohnya di sektor ekonomi restoratif, dan energi terbarukan. Dengan peningkatan komitmen investasi yang lebih berkualitas diharapkan penciptaan lapangan kerja di daerah bisa lebih baik.

Termasuk membantu kementerian keuangan memformulasikan belanja perpajakan atau insentif pajak yang tepat sasaran. Perlu dipastikan investasi yang mendapat pengurangan pajak berdampak positif ke serapan kerja, hingga dampak positif ke lingkungan sekitar wilayah investasi.

Terakhir melibatkan peran pemda lebih intensif lagi terutama dalam keputusan investasi hilirisasi mineral. “Selama ini pemda kurang aktif terlibat di era UU Cipta Kerja padahal efek investasi juga ditanggung oleh pemda,” katanya. (-)

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 21 Aug 2024